Fenomena Gelas
Gelas di atas meja. Benda mati yang terukir. Tak mungkin gelas bernyawa. Tahu, kan? Itu gelas.
Ada alasan gelas ada. Gelas adalah wadah. Gelas melakukannya. Itu tugas gelas.
Gelas tak bergerak sedikitpun. Berpikirpun tak mungkin. Salahkan mereka yang memakainya. Bukan gelas itu. Gelas adalah gelas.
Kau dengar suara itu? Gelasnya pecah. Tapi gelas tak ingin dirinya pecah. Itu salah mereka. Gelas bisa saja tidak pecah. Kalau mereka berhati-hati. Kalau mereka menggunakannya dengan benar. Kalau mereka sadar. Alasan gelas ada.
Kau tahu? Menjengkelkan kalau harus membereskan serpihan gelas yang pecah. Gelas tidak punya pikiran. Karena itu, gelas berpikir, kalaupun itu ada yang menyatukan kembali gelas yang pecah, gelaslah sendiri yang menyatukan kembali bagian-bagian gelasnya. Gelas kembali menjadi gelas.
Kau dengar lagi suara itu? Gelasnya kembali pecah. Gelas tidak punya pikiran. Karena itu, gelas sadar dengan alasan gelas ada. Gelas kembali menjadi gelas dengan berpikir, gelaslah sendiri yang menyatukan kembali bagian-bagian gelasnya. Gelas harus tetap menjadi gelas. Karena gelas adalah gelas. Sampai sang Pencipta merubahnya menjadi palu. Karena palu bukanlah gelas.
Kau ambil gelas itu. Tuangkan air ke dalamnya. Kau minum air itu. Walaupun hanya suara di lehermu saja yang kau dengar, kau merasakan kesejukkan. Kau merasakan, itulah gelas. Membawa kesejukkan masuk ke dalam tubuhmu.
Comments
Post a Comment